PEREMPUAN DALAM BELENGGU BUDAYA

                                                Foto: blogdetik.com
Sejak kita masih kecil peran kita dalam keluarga sepertinya sudah diatur dengan sedemikian rupa dan menjadi budaya sejak dahulu kala. Perempuan diharuskan tinggal diam dirumah, mengerjakan pekerjaan rumah serta laki-laki diharuskan bekerja diluar rumah. Jika ditanya kenapa perempuan harus selalu dirumah orangtua sering menjawab “perempuan itu lemah sedangkan laki-laki kuat jadi perempuan sebaiknya tinggal dirumah saja.” Perempuan diasumsikan sebagai makhluk lemah dan tidak berdaya sehingga sering mendapatkan perlakuan yang tidak pantas seperti kekerasan fisik dan pelecehan seksual.
Perempuan juga di dikte dengan kehendak masyarakat yang mengatakan bahwa perempuan tidak boleh memakai pakaian terbuka, tidak boleh keluar malam, tidak boleh bangun siang dan lain sebagainya. Stigma yang berkembang di masyarakat mengatakan perempuan yang memakai pakaian terbuka adalah bukan perempuan baik-baik. Hal ini menjadikan perempuan sulit mengekspresikan diri dengan sepenuhnya. Perempuan tidak dianggap sebagai individu yang merdeka terhadap tubuhnya sendiri sehingga harus tunduk terhadap budaya yang berlaku di masyatakat.
Memakai pakaian yang terbuka bukan berarti perempuan pantas untuk diperkosa. Bukan berarti pantas dilecehkan secara fisik maupun ucapan. Bukan berarti mereka di anggap sebagai perempuan murahan. Kita hidup di masyarakat yang mengajarkan bahwa perempuan harus menutup tubuhnya dan jangan sampai diperkosa. Bukan di masyarakat yang mengajarkan laki-laki untuk menutup mata dan pikiran yang merendahkan perempuan.
Dalam konstruksi masyarakat patriarki perempuan berada dibawah laki-laki dan tidak merdeka dalam bertindak. Laki-laki selalu mendominasi dalam segala bidang. Bukan karena perempuan tidak mampu tapi karena perempuan tidak diberi kesempatan. Budaya patriarki juga menempatkan kodrat perempuan sebagai orang yang bekerja di dapur, sumur dan kasur. Perempuan seakan tak pernah mendapatkan kesempatan apalagi selalu ada pembenaran terhadap budaya patriarki yang dibungkus dengan norma dan agama. 
Sejatinya kodrat perempuan yang sesungguhnya adalah mengandung, melahirkan dan menyusui bukan menjadi pemuas nafsu laki-laki belaka. Perempuan seharusnya menjadi manusia bebas. Bebas terhadap dirinya sendiri,  bebas dalam menentukan pilihannya dan bebas mengekspresikan dirinya sebagaimana keinginannya. 
Max Striner seorang pemikir Jerman mengatakan “tidak ada hakim selain diriku yang bisa memutuskan apakah aku benar atau salah.” Seorang individu, baik perempuan maupun laki-laki bebas menentukan mana yang baik bagi dirinya sendiri dan apa yang dimauinya.
(Maria Yustina Agnes Parera/Makassar, 22 Februari 2020)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEHORMATAN

Perempuan Tanpa Belenggu